Bagian II
Sepeninggal Fanni yang kembali ke mejanya. Aku kembali diliputi bayang-bayang ketakutan. Aku harus melakukan sesuatu yang selama ini kuhindari. Sesuatu yang membuatku selalu hidup dalam bayang-bayang penyesalan. Sekilas terbayang wajah gadis berjilbab putih melintas di benakku. Lianti, gadis berwajah manis yang dulu gagal aku selamatkan. Sejak peristiwa itu aku selalu mudah teringat dengan penyesalan itu apabila ada hal-hal yang mengingatkanku tentangnya. Terutama tentang puncak gunung yang berkabut. Lalu sekarang, aku harus ikut pendakian massal di gunung Slamet. Dulu saja ketika ada Outbound di baturaden, aku menangis hampir setiap hari kalau kulihat puncak gunung itu. Oh, kuatkah aku, rintihku dalam hati.
Hari itu aku sungguh-sungguh kalut. Disatu sisi aku tidak berani menentang kehendak pak Rully. Beliau memang sangat mengandalkanku. Tetapi disatu sisi, hatiku merasa tidak sanggup melihat puncak gunung itu. Kalau masalah janji, mungkin apa yang dikatakan Fanni benar. Tetapi penyesalan yang terus menghantuiku sampai kini, apakah dapat kuatasi ketika aku melihat tugu peringatan tragedi itu besok ?.
Seharian aku terus terdiam, sampai-sampai mbak Dessy heran sendiri melihat perubahan sikapku. Apalagi biasanya aku selalu ribut dengan Sukma yang selalu aku ganggu. Ada saja hal yang dapat aku lakukan untuk menggoda Sukma. Kali ini aku meninggal mulutnya. Hanya Fanni yang agaknya tahu kenapa aku terus terdiam seperti ini.
“ Wan.” Tegur Sukma yang tiba-tiba sudah berdiri dihadapanku.” Jangan lupa kamu persiapkan perbekalan yang akan kita bawa. Kita berkumpul di kantor Media sabtu jam 9 pagi. Ingat, jangan sampai telat.”
Aku hanya menganggukkan kepala dengan pelan.
Sabtu pagi, tinggal 2 hari lagi. Secara fisik aku selalu siap. Tetapi secara psikis aku masih merasa tidak sanggup. Aku belum siap untuk berada di tempat itu lagi.
Sesampai dirumah, pikiran itu masih terus menggangguku. Aku masih menimbang-nimbang keberanianku untuk menolak perintah pak Rully atau keberanianku untuk berada di puncak gunung itu lagi. Meskipun mewakili perusahaan sebenarnya bukanlah tugasku di kantor. Itu adalah tugas Heni yang juga merangkap sebagai Humas. Tetapi diantara teman sekantorku, akulah yang memiliki pengetahuan tentang gunung hutan yang lebih dari yang lain. Selain itu karena pak Rully memang sangat mempercayaiku.
Peristiwa itu sudah 4 tahun berlalu. Tetapi bayangan penyesalan atas kegagalan itu masih terus membekas sampai sekarang. Bahkan seperti virus komputer yang akan merusak jaringan otak dan ingatanku begitu ada hal-hal yang mengingatkanku tentang Lianti. Kadang-kadang otakku bisa ‘Hang’ kalau serangan virus itu begitu kuat. Meskipun sudah sering terjadi, aku belum punya anti virus yang ampuh untuk mengatasi serangan itu.
Seperti hari ini, aku hanya bisa berdiam diri terus tanpa tahu harus berbuat apa-apa. Aku seperti orang linglung yang tak tahu kemana jalan untuk pulang.
Penyesalan itu berawal dari kegagalanku sewaktu menjadi tim SAR pada tragedi di gunung Slamet 4 tahun lalu. Sebagai seorang pegiat alam bebas, hatiku tergerak untuk ikut menyumbangkan tenagaku untuk melakukan pencarian tersebut. Setelah menempuh perjalanan berat menembus hutan lebat selama 3 hari 2 malam. Timku yang hanya beranggotakan 3 orang, berhasil menemukan satu orang pendaki perempuan bernama Lianti yang tersesat di sekitar puncak. Lianti masih hidup dan kondisinya yang kritis semakin mambaik di malam harinya. Hanya saja di pagi hari berikutnya yang sangat dingin, kabut tipis di ujung lembah itu telah membawanya terbang tinggi. Lianti terbang tinggi menuju ke ketinggian Tuhan. Meninggalkanku yang hanya bisa menyesali diri. Padahal kalau saja aku tidak tertidur, kalau saja aku terus menjaganya, kalau saja……
Berbulan-bulan aku terus bergelut dengan penyesalanku. Selama itu aku belum bisa memaafkan diriku sendiri. Hari-hariku yang murung selalu tak pernah aku perhatikan. Badanku sudah tak terurus lagi. Nyaris aku menjadi gila !!.
Untung saja Fanni hadir dalam kehidupanku. Tiap hari ia selalu menjadi teman setiaku, mendengarkanku bercerita, memberikan nasihat-nasihat yang berguna. Dan karena Fanni juga, aku bisa diterima kerja di tempat ini. Sehingga pelan-pelan aku sedikit melupakan luka lamaku. Hidupku kembali tertata. Fanni telah membuat hidupku kembali bergairah. Meski mimpi buruk tentang peristiwa masih terus menggangguku. Tetapi selalu ada Fanni yang membantuku.
**
BERSAMBUNG lAGI...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Bagus Gentur Sukanegara
Posting Komentar